Jumat, 18 Juli 2014

Sebuah Cerita Pendek-Melayang

Malam itu,.Hampir jam 11 malam ,seorang diri aku berjalan diantara senja dan fajar.Sesekali 
kulirikrumah-rumah yang kulewati,aku tidak bermaksud melakukannya,tapi aku melakukannya.
Lalu kulangkahkankakiku terus-menerus.Aku tidak menetapkan tujuanku.
Aku hanya berjalan saja.Malam itu,akhirnya kuhentikan langkahku setelah menyaksikan 
punggung seoranglaki-laki.Rasanya punggungitu tidak asing.Aku berdiri diam sebentar,menatap 
punggung itu.Pria itu berjalan.Lalu aku mengikutinya.Malam itu mataku hanya kutujukan pada 
punggung pria itu.Aku terusmengikutinya dari belakang.Dan air mataku terbentuk begitu saja,
lalu aku pun menangis,tanpa suara.Hatiku
sesak.Aku tenggelam bersama air mataku.Dan beberapa menit kemudian,aku sadar,kalau aku 
jugabtenggelam bersama rasa benci.

Dia melangkahkan lagi kakinya.Kurasa dia lelah berjalan,jadi kulihat dia berhenti,lalu bersandar di sebuah pohon besar.Sungguh,malam itu aku telah menyaksikan sebuah perjuangan.
Perjuangan pria itu meletakkan tongkatnya.Aku ingat betapa dia mengerahkan semua kekutaan 
yang tersisa dalam tubuhnya.Tangan dan kakinyabergetar.Dari sudut mataku,aku melihat wajahnya yang sangat menyedihkan.Tapi tidak terlalu jelas,karena air mataku menghalangi 
pemandangan itu.Matanya suram,memancarkan kesakitan dalam gelap dan dinginnya malam itu.Aku tidak tahu lagi apa yangkurasakan.Segala jenis rasa pahit dan kepedihan memenuhi hatiku,hingga rasanya aku hampir berteriak.Tapiaku tidak sanggup lagi melakukannya, hanya suara kecil yang keluar dari tenggorokanku,tanpa kusadari.

Punggungnya itu adalah pemandangn paling menyedihkan yang pernah kulihat dalam hidupku.Sekalipun aku tidak pernah berpikir akan menyaksikan pemandangan pahit itu.Aku tidak pernah 
memikirkannya,jadi aku tidak  tahu,kalau punggung orangtua itu merasakan kesepian yang 
sangat dalam.Dengan kepedihan yang hampir membuatku mati,aku menghampirinya.Malam itu,entah karena apa,aku kesulitan melangkahkan kakiku.Belum pernah sebelumnya aku 
mengalami hal ini.Kupaksa kakiku melangkah.Begitu berat rasanya,aku menghampiri pria itu 
dan berdiri di depannya.Aku diam dihadapannya.Menyaksikan garis-garis wajahnya.Semuanya 
sangat dalam.Aku tidak pernah tahu,ternyata dia sudah tua dan menderita dalam kesepian.

Dulu,ketika aku pergi meninggalkannya,aku masih sangat muda.Aku tidak mengerti apa yang dipikirkannya.Selama ini,kukira dia baik-baik saja.

Saat kurapikan tas dan barangbarangku,kulihat dia tenang-tenang saja,bahkan tertawa saat 
Menonton sebuah acara di TV yang kurasa tidak lucu sama sekali.Lalu ketika aku melihat 
wajahnya untuk terakhir kali di stasiun,dia tidak kelihatan sedih sama sekali waktu melepas 
kepergianku.Tapi sekarang,malam ini di depan matanya aku melihat sebuah kebenaran.Dia tidak
baik-baik saja.Dia berpura-pura.Aku tidak tahu sejak kapan pria tua ini jadi pandai bersandiwara.

Aku sudah beberapa jam berdiri didepannya.Tapi dia tidak tahu.Saat aku melambaikan tanganku tepat di depan matanya,aku tahu kalau dia sudah buta.Hal ini membuatku semakin dipenuhi
 rasa benci.Aku  tidak tahu siapa sumber rasa benci itu.Apakah aku membenci diriku sendiri,
karena dengan kejamnya membiarkan Pria itu menjalani sisa waktunya yang hampir habis,
dan tidak menghampirinya saat dia jadi orang yang paling kesepian.
Tapi,ketika aku melihat hatiku sendiri,aku sadar kalau aku hampr mati karena Pria ini.Hati dan 
jiwaku hancurberkeping-keping karena dia, ayahku.
Malam itu,angin berhembus semilir,menyisir rambutnya yang putih.Dia meletakkan kedua tangnnya di dada.Dia kedinginan.Aku ingin memeluknya dan menghangatkan tubuhnya,tapi aku tidak melakukannya.Dalam udara yang sedingin itu,air mataku hampir beku.
Aku dan dia tetap berada dalam posisi itu.Aku berdiri dihadapannya tapi dia sama sekali tidak 
tahu,dia buta.Lalu dia bergerak,berusaha mengambil tongkatnya.Lagi-lagi tangan dan kakinya 
bergetar.Hatiku terluka melihatnya.Ia berusaha keras meraih tongkat itu,lalu berdiri.
Kupikir dia tahu kalau aku berdiri di depannya.Dia menjulurkan tangannya ke arahku,tapi aku 
segera menghindar.

“anakku,kau sudah pulang?kenapa lama sekali?”

Dia hampir menangis saat mengatakan itu.Aku hanya diam dan tetap menatapnya.Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.

“Ayah masih menunggumu anakku,apapun yang terjadi ayah selalu menunggumu…kalau kau pulang,ayah ingin memberitahumu sebuah rahasia.”

Dia mengatakan semuanya sambil menangis.

“Aku malu mengatakannya,tapi kalau seandainya kau pulang,aku akan memutuskan urat maluku,untuk memberitahumu rahasia ini.Bukan rahasia besar sebenarnya.
Ah..anakku,rhasaiaku selama ini adalah,aku mencintaimu,aku tidak pernah benar-benar membencimu..Aku menyayangimu,seperti huruf kepada kertas.”

Aku hanya bisa diam dalam tangis.Selama ini kupikir dia sungguh-sungguh mengusirku dari
 rumah.Kupikir aku adalah orang yang paling menjijikkan baginya,setelah semua yang dikatakannya waktu dia mengusirku dari rumah.Aku tersenyum mendengar pengakuannya.Aku gembira.Kuharap aku bisa melukiskannya dengan kata-kata.Tapi belum ada kata yang diciptakan manusia 
untuk menggambarkan perasaanku itu.Aku ingin segera memeluknya,aku ingin mengatakan 
kalau aku sudah tahu rahasianya.Aku ingin tertawa bersamanya.

“Ayah..aku pulang..maafkan aku”

Kukatakan padanya,tapi dia tidak menghiraukanku.Kurasa usia juga sudah membuatnya jadi tuli.
Aku tersenyum..entah sedih atau senang.

Lalu tiba-tiba saja datang seorang pria menghampiri ayah.Entah apa yang terjadi padanya,
dia berlari hingga hampir mati.Pria itu berbicara kepada ayahku.Tapi aku tidak bisa mendengarnya.Ayahku bisa mendengarnya.Barukutahu,ternyata ayahku itu belum tuli.Aku tersenyum 
gembira diantara mereka berdua.Meskipun begitu,aku masih bingung,kenapa mereka 
berdua tidak menghiraukanku sama sekali.Lagi-lagi pria itu berbicara kepada ayah,
dari caranya memandang pria itu,entah bagaimana caranya akutahu kalau ayahku belum buta.Matanya terlihat baik-baik saja saja saat menatap pria itu.Aku
benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.Kali ini wajah ayah jadi aneh.Aku belum 
pernah melihat wajahnyaseaneh itu.Pria itu,sambil menangis menyerahkan sepasang sepatu 
kepada ayahku.Aku hanya bisa diam diantara dua pria itu.
Berkali-kali aku mencoba bertanya dan bahkan berteriak.Mereka tidak menghiraukanku.
Tatapanku beralih pada sepasang sepatu itu.Aku ingat sepatu itu.Aku memakai sepatu itu pagi ini.Lalu
kenapa pria itu bisa mendapatkan sepatuku?

Aku benar-benar bingung.Lalu kulihat ayahku berteriak-teriak
sampai ia jatuh ke tanah.Aku ingin menolongnya.Aku tidak ingin lagi membiarkannya terluka 
seorang diri.
Tapi kurasakan tetesan air membasahi rambutku.Hujan turun,semakin lama semaikn deras.Aku melayang…bersama angin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar